3.3 Menganalisis
teks anekdot baik melalui lisan maupun tulisan
|
·
Analisis isi teks anekdot
·
Penyuntingan isi sesuai dengan struktur isi teks anekdot
·
Penyuntingan bahasa sesuai dengan: struktur kalimat, ejaan, dan tanda
baca
|
Mengamati
· membaca teks anekdot
· membaca teks anekdot yang ditulis teman
Menanya
· mempertanyakan
isi teks anekdot
· mempertanyakan struktur dan kaidah teks anekdot
Mengeksplorasi
· menganalisis isi
teks anekdot
(aspek kelucuan,
sindiran, dan pengandaian) dengan
cermat
· menganalisis bahasa teks anekdot (pilihan kata, gaya bahasa, dan konjungsi ) dengan cermat
· menyunting teks
yang ditulis teman dari aspek
struktur isi dan bahasa teks anekdot dengan cermat
· memperbaiki teks anekdot berdasarkan hasil suntingan
Mengasosiasi
· membandingkan hasil analisis dan saling melengkapi
untuk mencari kebenaran
· menemukan dan menyimpulkan struktur dan kaidah teks anekdot yang
baik
Mengomunikasikan
· mempresentasikan hasil analisis dengan rasa
percaya diri
· menanggapi presentasi teman/kelompok lain secara
santun
· membacakan teks anekdot dengan intonasi dan ekspresi
yang tepat
· mengomentari/menanggapi struktur isi dan bahasa teks anekdot yang dibacakan teman/kelompok lain dengan
santun
|
Tugas:
·
para siswa diminta
berdiskusi untuk memahami struktur dan kaidah teks anekdot
·
secara individual peserta
didik diminta menyunting teks anekdot sesuai dengan struktur dan kaidah teks
baik secara lisan maupun tulisan
Observasi,: mengamati kegiatan peserta didik
dalam proses mengumpulkan data, analisis data dan pembuatan laporan.
Portofolio
: menilai laporan peserta didik
tentang struktur dan kaidah teks anekdot
Tes tertulis : menilai kemampuan peserta didik dalam memahami, menerapkan, dan
menyunting teks
anekdot sesuai dengan
struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan
|
Wayang Kampung Sebelah (WKS)
Menurut
saya wayang kampung sebelah tepat untuk pembelajaran teks anekdot, karena nilai
yang terkandung dalam cerita tersebut, siswa dapat mengambil hikmahnya dan
memahami nilai tanggung jawab yang benar itu seperti apa.
Wayang Kampung Sebelah memang keluar dari pakem dan tokoh wayang pada umumnya.
Tokoh-tokohnya diciptakan sendiri. Di antaranya Kampret, Pak Lurah Somad, Raja
Dangdut Koma Ramarimari, Minul Daratinggi, dan Syah Marni.
Untuk
memaknai kembali arti demokrasi. Pementasan yang digelar dalam rangka mengisi
pentas dalam Bulan Bahasa karena memang merepresentasikan apa yang dibutuhkan mahasiswa.
“Kedaulatan rakyat hanya ditentukan sekian
detik di bilik suara. Demokrasi nonsense (tidak masuk akal). Pemilu
harusnya jadi pesta demokrasi. Kepala negara hanya ditentukan sebatas angka.
Bukan suara yang didengar dari bawah. Pesta demokrasi semacam ini hanya
prosedural dan transaksional,” tandasnya.
Selesai
menyanyi, Ki Jlitheng bedhol kayon untuk menampilkan potret kecil
demokrasi Indonesia lewat ajang Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Bangunjiwo
yang sarat kecurangan. Dikisahkan pilkades yang diikuti tiga calon kades
tersebut dimenangkan pemilik nomor urut dua, Somad.
Kemenangan
kades bertanda gambar “Iwak Koyor” ini diperoleh setelah dirinya menyuap Ketua
Panitia Pilkades Bangunjiwo, Sidik Wacono. Kecurangan tersebut rupanya terendus
pesaing Somad, Klungsur. Pemilik nomor urut satu bertanda gambar “Tahu Bacem”
ini emoh tinggal diam. Uang yang telah ia keluarkan untuk “serangan fajar”
pemenangannya menyulut amarah lelaki yang digambarkan mirip Vicky Prasetyo ini.
Klungsur
pun menggandeng Jhonny menyusun siasat untuk menggugat kecurangan Somad.
Serangan dilancarkan saat pesta pemenangan Kades Bangunjiwo digelar. Di sela
kemeriahan acara pentas dangdut, Jhonny mendadak naik ke panggung dan berorasi.
“Apa jadinya desa ini kalau dipimpin orang yang sejak awal sudah bertindak
curang!” teriak Jhonny.
Sosok
pemabuk desa andalan WKS, Kampret, terusik ulah Jhonny yang mengganggu
keseruannya menikmati aksi para biduan. Di bawah pengaruh alkohol, Kampret
balik menuding Jhonny sebagai pejuang demokrasi yang tidak bersih karena hanya
mau berjuang lantaran dibayar Klungsur. Kericuhan pun meletus.
Di
tengah konflik yang sedang memanas, datanglah Karyo yang menagih
pertanggungjawaban penyelenggaraan acara kepada polisi, tentara, modin, hingga
lurah yang baru dilantik. Bukannya penyelesaian yang didapat, justru semuanya
saling lempar tanggung jawab.
“Ternyata
kita belum berdemokrasi, kita belum bisa bernegara, kita belum bisa berdaulat.
Saatnya bangsa ini sadar. Kesadaran akan muncul ketika kita mau mawas diri.
Jujur melihat kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri kita. Mawas diri
sangat diperlukan agar muncul tekad dan keberanian melakukan perubahan,” kata
Karyo.