Rabu, 30 Desember 2015

Analisis Objektif SITI NURBAYA




Identitas Buku
Nama Pengarang         : Marah Rusli. Seorang Minang yang berpendidikan Belanda dalam ilmu kedokteran hewan.
Judul Buku                  : Sitti Nurbaya. (Kasih Tak Sampai)
Penerbit                       : Balai Pustaka.
Cetakan                       : 44 tahun 2008
Tempat Terbit              : Jakarta.
Tahun Terbit                : 2008
Tebal Buku                  : 334 Halaman.

Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur, penokohan, sudut pandang dan gaya. Ketujuh unsur yang terdapat dalam novel Sitti Nurbaya sebagai berikut:
1.      Tema
Sitti Nurbaya cenderung dianggap mempunyai tema anti-pernikahan paksa, atau menjelaskan perselisihan antara nilai Timur dan Barat.  Novel ini juga pernah dinyatakan sebagai suatu "monumen perjuangan pemuda-pemudi yang berpikiran panjang" melawan adat. Namun, tidaklah adil apabila Sitti Nurbaya dianggap hanya sebuah cerita tentang kawin paksa, sebab hubungan antara Sitti Nurbaya dan Samsul dapat diterima masyarakat. Ditegaskan bahwa novel ini merupakan perbandingan pandangan Barat dan Tradisional terhadap pernikahan, yang dilengkapi dengan kritik sistem mas kawin dan poligami.
2.      Amanat
Pesan utama dari novel disampaikan dengan dialog panjang antara tokoh-tokoh dengan dikotomi moral, untuk menunjukkan alternatif dari pendirian penulis. Namun, pandangan yang "benar" ditunjukkan dengan kedudukan sosial dan moral tokoh yang mengajukan pandangan tersebut.
Cinta itu tidak dapat dipaksakan, cinta itu tidak dapat dikekang. Kita tidak bisa memelihara cinta dalam ruang yang terbatas, karena hakikatnya cinta itu bebas. Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang tuanya. Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan mampu menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan padam sampai mati. Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi kehidupan keluarga.
Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat penyesalan yang tak terhingga. Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya. Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari persoalan hidup.
3.      Latar( Setting)
Waktu             : Pagi, Siang, Petang
Suasana           : Sedih, Gembira, Tertekan
Tempat            : Di kediaman Baginda Sulaiman, di toko Baginda Sulaiman,  kediaman Datuk Maringgih, Di kediaman samsul Bahri, Di bawah pohon, dsb.
4.      Alur    : Maju
Cerita novel “Siti Nurbaya” ini ceritanya benar-benar dimulai dari eksposisi, komplikasi, klimaks, dan berakhir dengan pemecahan masalah. Pengarang menyajikan ceritanya secara terurut atau secara alamiah.
5.      Penokohan (Watak Tokoh)
-          Siti Nurbaya sebagai pelaku utama Tokoh Protagonis, anak Baginda Sulaeman (saudagar kaya di Padang), wataknya: Lemah lembut, penyayang, tutur bahasanya.
Siti Nurbaya adalah salah satu protagonis utama. Sitti Nurbaya merupakan tokoh yang dapat mengambil keputusan sendiri, sebagaimana terwujud ketika dia memutuskan untuk menikah Datuk Meringgih. Ketika Datuk Meringgih mengancam ayahnya, kesediaannya untuk mendorong Samsul, dan pelariannya dari Meringgih setelah ayahnya meninggal. Dia juga cukup mandiri untuk pergi ke Batavia sendiri untuk mencari Samsul. Tindakannya dianggap melanggar adat, dan ini akhirnya membuat dia diracuni. Kecantikannya, sehingga disebut "bunga Padang", dianggap sebagai wujud fisik dari hatinya yang baik dan beradab.
-          Samsul Bahri sebagai pelaku utama (Tokoh Protagonis): anak Sultan Mahmud Syah (penghulu di Padang), wataknya: Orangnya pandai, tingkahlakuya sopan dan santun, halus budibahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
Samsul bahri adalah protagonis pria utama. Dia dinyatakan sebagai orang yang berkulit kuning langsat, dengan mata sehitam tinta. Namun, dari jauh dia dapat dikira orang Belanda. Sifat fisik ini sebagai wujud sifatnya yang suka menjadi seperti orang Belanda. Penampilannya yang menarik juga dianggap sebagai wujud sifatnya yang baik dan beradab.
-          Datuk Maringgih sebagai pelaku utama (Tokoh Antagonis), laki-laki yang berwatak kikir, picik, penghasud, kejam, sombong, bengis, mata keranjang, penipu, dan selalu memaksakan kehendaknya sendiri.
Datuk Meringgih adalah antagonis utama dari novel. Dia seorang pedagang yang dibesarkan di keluarga yang miskin, lalu menjadi kaya setelah masuk ke dunia kriminal. menyatakan bahwa dorongan utama Meringgih dalam cerita ialah rasa iri dan keserakahan, sebab dia tidak dapat menerima bahwa ada yang lebih kaya daripada dia. Datuk Meringgih adalah tokoh yang digambarkan dengan hitam dan putih, tetapi mampu untuk menyebabkan konflik di sekitarnya. Menjelang akhir novel, Meringgih menjadi pejuang pasukan anti-kolonialis, didorong oleh keserakahannya.
-          Baiginda Sulaeman sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), berwatak: Bijaksana,sopan, ramah, adil, penyayang.
-          Sultan Mahmud Syah sebagai pelaku tambahan (Toloh Protagonis), Ayahnya Samsul Bahri yang berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
-          Siti Maryam sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
-          Zainularifin sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), temannya Samsul Bahri yang berwatak: Tingkah lakunya sopan dan santun, halus budi bahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
-          Bakhtiar sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), temannya Samsul Bahri yang berwatak: Tingkahlakunya sopan dan santun, halus budibahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
-          Alimah sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), saudaranya Siti Nurbaya, yang bewatak lemah lembut, santun setiakawan, bijaksana.
-          Pak Ali sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis).
6.      Sudut Pandang.
Sudut pandang yag digunakan oleh pengarang novel “Siti Nurbaya” ini yaitu sudut pandang maha tahu. Pengarang berada di luar cerita hanya menjadi seorang pengamat yang maha tahu dan bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca.
7.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang di gunakan sudah menggunakan gaya bahasa dan sastra modern yang menggunakan ejaan baru, sehingga mudah untuk dipahami makna dalam novel tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar